Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tanggal 10 Desember 1948, setiap tahunnya diperingati sebagai hari Hak
Asasi Manusia. Momen tersebut diperingati oleh setiap ummat manusia diseluruh
dunia dengan harapan semoga penegakan HAM di tahun mendatang lebih baik dari
tahun sebelumnya. Karena masih banyak kasus pelanggaran HAM secara nasional
maupun internasional, baik ringan maupun berat belum tertangani secara
maksimal. tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia
setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan
negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Sebelum masehi,
Filosofi Yunani seperti Socrates (470-3 SM) dan Plato (428-322) mengajarkan
pemerintah harus berdasarkan kekuasaan pada kemauan dan kehendak warga negara.
Pengakuan serta perjuangan hak asasi manusia d dunia ditandai dengan berbagai
macam dokmen-dokumen.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke
luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi
semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar
adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus
lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai
kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi
HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari
masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya
mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi
HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah
intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah
bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah
mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi
Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya untuk
mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang
bersangkutan. Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30
pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai
kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang
primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua
manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh,
HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam
buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak
(Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat,
maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih,
maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot
sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang
diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka
mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM
sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol
karena kurang dipublikasikan.
Human
Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya
mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa
bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang
menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya
kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak
mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati
haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling
hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada
hak berarti ada kewajiban.
Contoh
: seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah terlebih dahulu
memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak perlu
dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak
perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa
dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat.
Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan masyarakat).
Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan tanggungjawab.
Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi tidak
memperkosa hak-hak orang lain.
KASUS PELANGGARAN DAN
UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
1. Penggolongan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia (UURI Nomor 39 Tahun 1999). Kapan
dinyatakan adanya pelanggaran HAM ? Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan
seharai–hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia baik di Indonesia
maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu baik dilakukan oleh negara/
pemerintah maupun oleh masyarakat.
Menurut Richard Falk
kategori–kategori pelanggaran HAM yang dianggap kejam, yaitu :
a. Pembunuhan
besar–besaran (genocide).
b. Rasialisme resmi.
c. Terorisme resmi
berskala besar.
d. Pemerintahan
totaliter.
e. Penolakan secara sadar
untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan dasar manusia.
f. Perusakan
kualitas lingkungan.
g. Kejahatan – kejahatan
perang.
Akhir–akhir ini di dunia Internasional
maupun di Indonesia, dihadapkan banyak pelanggaran hak asasi manusia dalam
wujud teror. Leiden & Schmit, mengartikan teror sebagai tindakan berasal
dari suatu kekecewaan atau keputusasaan, biasanya disertai dengan ancaman–
ancaman tak berkemanusiaan dan tak mengenal belas kasihan terhadap kehidupan
dan barang–barang dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum. Teror dapat dalam
bentuk pembunuhan, penculikan, sabotase, subversiv, penyebaran desas–desus,
pelanggaran peraturan hukum, main hakim sendiri, pembajakan dan penyanderaan.
Teror dapat dilakukan oleh pemerintah mapun oleh masyarakat (oposan). Teror
sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang kejam (berat), karena
menimbulkan ketakutan sehingga rasa aman sebagai hak setiap orang tidak lagi
dapat dirasakan. Dalam kondisi ketakutan maka seseorang/masyarakat sulit untuk
melakukan hak atau kebebasan yang lain, sehingga akan menimbulkan kesulitan
dalam upaya mengembangkan kehidupan yang lebih maju dan bermartabat.
Penggolongan pelanggaran HAM di
atas merupakan contoh pelanggaran HAM yang berat dikemukakan Ricahard Falk.
Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat
adalah :
a. pembunuhan masal
(genocide);
b. pembunuhan
sewenang–wenang atau diluar putusan pengadilan;
c. penyiksaan;
d. penghilangan orang
secara paksa;
e. perbudakan atau
diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
Disamping pelanggaran HAM yang
berat juga dikenal pelanggaran HAM biasa. Pelanggaran HAM biasa antara lain :
pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya, penyiksaan, menghilangkan nyawa orang lain.
2. Berbagai Contoh
Pelanggaran HAM
Banyak terjadi pelanggaran HAM
di Indonesia, baik yang dilakukan pemerintah, aparat keamanan maupun oleh
masyarakat. Hal ini dapat ditunjukan adanya korban akibat bergai kerusuhan yang
terjadi di tanah air. Misalnya, korban hilang dalam berbagai kerusuhan di
Jakarta, Aceh, Ambon dan Papua diperkirakan ada 1148 orang hilang dalam kurun
waktu 1965 – Januari 2002 (Kompas 1 Juni 2002).
Kita juga dapat dengan mudah
menemukan pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak – anak. Misalnya,
dalam kehidupan sehari – hari kita menyaksikan banyak anak (dibawah umur 18
tahun) dipaksa harus bekerja mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
maupun untuk membantu keluarganya atau pihak lain. Ada yang menjadi pengamen di
jalanan, menjadi buruh, bahkan dieksploitasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang
tidak patut. Mereka telah kehilangan hak anak berupa perlindungan oleh orang
tua, keluarga, masyarakat dan negara, perlindungan dari eksploitasi ekonomi,
dan pekerjaan.
Begitu pula kita juga dapat
menemukan kasus sejumlah anak yang melanggar hukum (berkonflik dengan hukum).
Misalnya data Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Lampung menyatakan jumlah anak yang
berkonflik dengan hukum selama Januari–Maret 2008 mencapai 83 orang.
Pelanggaran hukum yang dilakukan anak–anak adalah pencurian, penganiayaan,
penggunaan narkoba, pemerkosaan, perampasan, penodongan, pembunuhan, perjudian,
perampokan, penjambretan, curanmor, dan perkelahaian (“Anak – anak Berkonflik
dengan Hukum”, Kompas, 7 April 2008).
Dalam kehidupan sehari–hari
kasus pelanggaran HAM oleh seseorang/masyarakat terutama pada perbuatan main
hakim sendiri, seperti pertikaian antar kelompok (konflik sosial),
pengeroyokan, pembakaran sampai tewas terhadap orang yang dituduh atau
ketangkap basah melakukan pencurian. Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main
hakim sendiri dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat
kuat di kalangan para pelajar.
Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan, karena mencerminkan suatu kehidupan yang tidak beradab yang
semestinya dalam menyelesaikan persoalan (konflik) dilakukan dengan cara–cara
yang bermartabat seperti melakukan perdamaian , mengacu pada aturan atau norma
yang berlaku, melalui perantara tokoh–tokoh masyarakat/adat, dan
lembaga–lembaga masyarakat yang ada.
Berikut ini dipaparkan beberapa
contoh pelanggaran HAM yang menjadi sorotan nasional bahkan internasional :
a.
Kasus Marsinah Kasus ini
berawal dari unjuk rasa dan pemogokan yang dilakukan buruh PT.CPS pada tanggal
3-4 Mei 1993. Aksi ini berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh. Marsinah menuntut
dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawannya Pada 5 Mei 1993 Marsinah ‘menghilang’,
dan akhirnya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi yang
mengenaskan di hutan Wilangan Nganjuk.
b.
Kasus Trisakti dan Semanggi
Kasus Trisakti dan Semanggi, terkait dengan gerakan reformasi. Arah gerakan
reformasi adalah untuk melakukan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi dipicu oleh krisis ekonomi tahun
1997. Krisis ekonomi terjadi berkepanjangan karena fondasi ekonomi yang lemah
dan pengelolaan pemerintahan yang tidak bersih dari KKN (Korupsi Kolusi dan
Nepotisme). Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari
pemerintahan yang otoriter menjadi pemerintahan yang demokratis,
mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
Demonstrasi
merupakan senjata mahasiswa untuk menekan tuntutan perubahan ketika dialog
mengalami jalan buntuk atau tidak efektif. Ketika demonstrasi inilah berbagai
hal yang tidak dinginkan dapat terjadi. Karena sebagai gerakan massa tidak
mudah melakukan kontrol. Bentrok fi sik dengan aparat kemanan, pengrusakan,
penembakan dengan peluru karet maupun tajam inilah yang mewarai kasus Trisakti
dan Semanggi. Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 (empat)
mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam. Kasus Trisakti sudah
ada pengadilan militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November 1998 yang
menewaskan setidaknya 5 (lima) mahasiswa, sedangkan tragedi Semanggi II pada 24
September 1999, menewaskan 5 (lima) orang.
Dengan
jatuhnya korban pada kasus Trisakti, emosi masyarakat meledak. Selama dua hari
berikutnya 13 – 14 Mei terjadilah kerusuhan dengan membumi hanguskan sebagaian
Ibu Kota Jakarta. Kemudian berkembang meluas menjadi penjarahan dan aksi SARA
(suku, agama, ras, dan antar golongan). Akibat kerusuhan tersebut, Komnas HAM mencatat
:
1) 40 pusat
perbelanjaan terbakar;
2) 2.479
toko hancur;
3) 1.604
toko dijarah;
4) 119 mobil
hangus dan ringsek;
5) 1.026
rumah penduduk luluh lantak;
6) 383
kantor rusak berat; dan
7)
1.188 orang meninggal dunia. (GATRA, 9 Januari 1999).
Dengan
korban yang sangat besar dan mengenaskan di atas, itulah harga yang harus
dibayar bangsa kita ketika menginginkan perubahan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih baik. Seharusnya hal itu masih dapat dihindari apabila
semua anak bangsa ini berpegang teguh pada nilai – nilai luhur Pancasila
sebagai acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dan mengelola negara tercinta
ini. Peristiwa Mei tahun 1998 dicatat disatu sisi sebagai Tahun Reformasi dan
pada sisi lain sebagai Tragedi Nasional.
c. Kasus Bom Bali Peristiwa
peledakan bom oleh kelompok teroris di Legian Kuta Bali 12 November 2002, yang
memakan korban meninggal dunia 202 orang dan ratusan yang luka-luka, semakin
menambah kepedihan kita. Apa lagi yang menjadi korban tidak hanya dari
Indonesia, bahkan kebanyakan dari turis manca negara yang datang sebagai tamu
di negara kita yang mestinya harus dihormati dan dijamin keamanannya.
3. Contoh Kasus
Pelanggaran HAM dan Upaya Penegakannya
Kasus pelanggaran HAM dapat
terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di lingkungan sekolah. Sebagai
tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara lain perlu dikembangkan
sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindarkan
dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela
yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat
mulia.
Contoh Kasus Pelanggaran
HAM
Penganiayaan atas Kepala
Sekolah SLTP 1 Raha, La Diallah dan Satpam Teguh (5 Juni 2004).
Peristiwa tersebut diawali dari
Risman Alim murid kelas 2 SMP 1 Raha yang sering mabuk-mabukan. Risman adalah
anak Bripka Alim Saman anggota Polres Muna. Karena sering mabuk Risman
dipanggil guru bidang Bimbingan dan Penyuluhan dan dinasihati. Orang tua Risman
pun sempat dipanggil menghadap. Ketika ujian kelas 3 berlangsung, Risman datang
terlambat ke sekolah dan terlihat mabuk. Guru yang menanyai Risman merasa
dibohongi muridnya dan menendang kaki Risman. Hal itu membuat orang tua Risman
marah dan mendatangi sekolah , kemudian menganiaya Kepala Sekolah SLTP 1 Raha
La Diallah dan Satpam Teguh. “Dia juga mengancam akan membom sekolah karena
mengaku memiliki dua bom dan menembaki para guru”, tambah Edy Siregar
Sekretaris PGRI Kabupaten Muna. Akibat peristiwa tersebut, para guru melakukan
aksi mogok mengajar di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara sebagai wujud
solidaritas atas tindakan penganiayaan terhadap Kepala Sekolah SLTP 1 Raha dan
Satpam Teguh.
Para guru tidak puas dengan
penanganan yang dilakukan Kapolres. “Bahkan ketika dipanggil DPRD Kapolres tidak
hadir, sepertinya Kapolres Muna melindungi anak buahnya,”. Atas dasar
pertimbangan bahwa kasus ini tidak ditanggapi para pejabat terkait, maka
sekitar sepuluh orang perwakilan guru dari Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
mendatangi Kantor Komnas HAM. Anngota Komnas HAM, MM Billah berjanji akan
mendatangi tempat kejadian, dan akan menindaklanjuti sebagai kasus HAM tapi
bukan pelanggaran HAM berat (Tempo Interaktif, 21 Juni 2004).
Upaya penegakan terhadap kasus
pelanggaran HAM tergantung pada apakah pelanggaran HAM itu masuk kategori berat
atau bukan. Apabila berat, maka penyelesaiannya melalui Peradilan HAM,
namun apabila pelanggaran HAM bukan berat melalui Peradilan Umum. Kita
sebagai manusia dan sekaligus sebagai warga negara yang baik, bila melihat atau
mendengar terjadinya pelanggaran HAM sudah seharusnya memiliki kepedulian.
Meskipun pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian atau keluarga kalian. Kita
sebagai sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban pelanggaran HAM atas
sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki–laki, berbeda agama, suku dan
daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke–Papua menyatakan “IZAKOD
BEKAI IZAKOD KAI” (satu hati satu tujuan) . Kepedulian kita terhadap penegakan
HAM merupakan amanah dari nilai Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan
beradab yang sama–sama kita junjung tinggi, karena akan dapat menghantarkan
sebagai bangsa yang beradab. Oleh karena itu sikap tidak peduli harus
dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.untukku.com/artikel-untukku/sejarah-hak-asasi-manusia-di-indonesia-untukku.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar